Jumat, 04 Oktober 2013

Regional Anestesi



   Regional Anestesi

Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan obat anestesi disekitar syaraf sehingga area yang di syarafi teranestesi. Anestesi regional dibagi menjadi epidural, spinal dan kombinasi spinal epidural, spinal anestesi adalah suntikan obat anestesi kedalam ruang subarahnoid  dan ekstradural epidural di lakukan suntikan kedalam ekstradural. ( Brunner & suddarth, 2002 ).
 Spinal anestesi atau Subarachniod Blok (SAB) adalah salah satu teknik anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan analgesi setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka. Untuk dapat memahami spinal anestesi yang menghasilkan blok simpatis, blok sensoris dan blok motoris maka perlu diketahui neurofisiologi saraf, mekanisme kerja obat anestesi lokal pada SAB dan komplikasi yang dapat ditimbulkannya. Derajat anestesi yang dicapai tergantung dari tinggi rendah lokasi penyuntikan, untuk mendapatkan blockade sensoris yang luas, obat harus berdifusi ke atas, dan hal ini tergantung banyak faktor antara lain posisi pasien selama dan setelah penyuntikan, barisitas dan berat jenis obat. Berat jenis obat lokal anesthesia dapat diubah–ubah dengan mengganti komposisinya, hiperbarik diartikan bahwa obat lokal anestesi mempunyai berat jenis yang lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal, yaitu dengan menambahkan larutan glukosa, namun apabila ditambahkan NaCl atau aqua destilata akan menjadi hipobarik (Gwinnutt, 2011).

1.   Anatomi
Tulang punggung (columna vertebralis) Terdiri dari  :
-       7 vertebra servikal
-       12 vertebra thorakal
-       5 vertebra lumbal
-       5 vertebra sacral ( menyatu pada dewasa )
-       4  vertebra kogsigeal ( menyatu pada dewasa )
Medula spinalis diperadarahi oleh spinalis anterior dan spinalis posteror.

Tulang belakang biasanya bentuk-bentuk ganda C, yang cembung anterior di daerah leher dan lumbal. Unsur ligamen memberikan dukungan struktural dan bersama-sama dengan otot pendukung membantu menjaga bentuk yang unik. Secara ventral, corpus vertebra dan disk intervertebralis terhubung dan didukung oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior. Dorsal, ligamentum flavum, ligamen interspinous, dan ligamentum supraspinata memberikan tambahan stabilitas. Dengan menggunakan teknik median, jarum melewati ketiga dorsal ligamen dan melalui ruang oval antara tulang lamina dan proses spinosus vertebra yang berdekatan (Morgan et.al 2006) .Untuk mencapai cairan cerebro spinal, maka jarum suntik akan menembus : kulit, subkutis, ligament supraspinosum, ligament interspinosum, ligament flavum, ruang epidural, durameter, ruang subarahnoid. (Morgan et.al 2006)  

Gambar 2.
Lapisan Columna Vertebralis

2.  Indikasi  Spinal Anestesi (Yuswana, 2005)
a.  Operasi ektrimitas bawah, meliputi jaringan lemak, pembuluh darah dan tulang.
b.  Operasi daerah perineum termasuk anal, rectum bawah dan dindingnya atau pembedahan saluran kemih.
c.  Operasi abdomen bagian bawah dan dindingnya atau operasi peritoneal.
d.  Operasi obstetrik vaginal deliveri dan section caesaria.
e.  Diagnosa dan terapi

3.  Kontra  indikasi Spinal Anestesi (Latief, 2001)
a.      Absolut
1)  Pasien menolak
2)  Infeksi tempat suntikan
3)  Hipovolemik berat, syok
4)  Gangguan pembekuan darah, mendapat terapi antikoagulan
5)  Tekanan intracranial yang meninggi
6)  Hipotensi, blok simpatik menghilangkan mekanisme kompensasi
7)  Fasilitas resusitasi minimal atau tidak memadai
b.      Relatif (latief, 2001)
1)  Infeksi sistemik (sepsis atau bakterimia)
2)  Kelainan neurologis
3)  Kelainan psikis
4)  Pembedahan dengan waktu lama
5)  Penyakit jantung
6)  Nyeri punggung
7)  Anak-anak karena kurang kooperatif dan takut rasa baal

4 . Persiapan  spinal Anestesi
Pada dasarnya persiapan anestesi spinal seperti persiapan anestesi umum,  daerah   sekitar  tusukan   diteliti  apakah  akan  menimbulkan   kesulitan,misalnya kelainan anatomis  tulang  punggung  atau pasien  gemuk sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. ( Latief, 2001) Selain itu perlu di perhatikan hal-hal dibawah ini :
a.    Izin dari pasien (Informed consent)
b.    Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
c.    Pemeriksaan Laboratorium anjuran HB, HT, PT (Protombin Time)   dan PTT  (Partial Thromboplastine  Time).
d.    Obat-obat Lokal Anesthesi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi spinal anestesi blok adalah barisitas (Barik Grafity) yaitu rasio densitas obat spinal anestesi yang dibandingkan dengan densitas cairan spinal pada suhu 370C. Barisitas penting diketahui karena menentukan penyebaran obat anestesi lokal dan ketinggian blok karena grafitasi bumi akan menyebabkan cairan hiperbarik akan cendrung ke bawah. Densitas dapat diartikan sebagai berat dalam gram dari 1ml cairan (gr/ml) pada suhu tertentu. Densitas berbanding terbalik dengan suhu (Gwinnutt, 2011).
Obat-obat lokal anestesi berdasarkan barisitas dan densitas dapat di golongkan menjadi tiga golongan yaitu:
1)   Hiperbarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih besar dari pada berat jenis cairan serebrospinal, sehingga dapat terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Agar obat anestesi lokal benar–benar hiperbarik pada semua pasien maka baritas paling rendah harus 1,0015gr/ml pada suhu 37C. contoh: Bupivakain 0,5% (Gwinnutt, 2011).
2)        Hipobarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih rendah dari berat jenis cairan serebrospinal. Densitas cairan serebrospinal pada suhu 370C adalah 1,003gr/ml. Perlu diketahui variasi normal cairan serebrospinal sehingga obat yang sedikit hipobarik belum tentu menjadi hipobarik bagi pasien yang lainnya. contoh: tetrakain, dibukain. (Gwinnutt, 2011).  
3)        Isobarik
Secara definisi obat anestesi lokal dikatakan isobarik bila densitasnya sama dengan densitas cairan serebrospinalis pada suhu 370C. Tetapi karena terdapat variasi densitas cairan serebrospinal, maka obat akan menjadi isobarik untuk semua pasien jika densitasnya berada pada rentang standar deviasi 0,999-1,001gr/ml. contoh: levobupikain 0,5% (Viscomi 2004).
Spinal anestesi blok mempunyai beberapa keuntungan antara lain: perubahan metabolik dan respon endokrin akibat stres dapat dihambat, komplikasi terhadap jantung, paru, otak dapat di minimal, tromboemboli berkurang, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang terblok sedang pasien masih dalam keadaan sadar. (Kleinman et al,2006).

5.  Persiapan alat anestesi spinal ( Latief, 2001)
a.   Peralatan monitor
b.   Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter) dan EKG.
c.   Peralatan resusitasi / anestesi umum.
d.   Jarum spinal
1.      Prosudur spinal anestesi
            Anestesi spinal dan epidural dapat dilakukan jika peralatan monitor yang sesuai dan pada tempat dimana peralatan untuk manajemen jalan nafas dan resusitasi telah tersedia. Sebelum memosisikan pasien, seluruh peralatan untuk blok spinal harus siap untuk digunakan, sebagai contoh, anestesi lokal telah dicampur dan siap digunakan, jarum dalam keadaan terbka, cairan preloading sudah disiapkan. Persiapan alat akan meminimalisir waktu yang dibutuhkan untuk anestesi blok dan kemudian meningkatkan kenyamanan pasien (Bernards, 2006).
          Adapun prosedur dari anestesi spinal adalah sebagai berikut (Morgan, 2006):
1)    Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika kita visite pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda kemungkinan adanya kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak perlu dipersiapkan untuk spinal anestesi.
2)    Posisi pasien :         
a)    Posisi Lateral. Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-10cm, lutut dan paha fleksi mendekati perut, kepala ke arah dada.
b)    Posisi duduk. Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna vertebralis, tetapi pada pasien-pasien yang telah mendapat premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan seorang asisten untuk memegang pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini digunakan terutama bila diinginkan sadle block.
c)    Posisi Prone. Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah menginginkan posisi Jack Knife atau prone.
3)    Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine, alkohol, kemudian kulit ditutupi dengan “doek” bolong steril.
4)    Cara penusukan.
Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor jarum, semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk mengurangi komplikasi sakit kepala (PDPH=post duran puncture headache), dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stylet dari jarum spinal akan menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum ada di ruangan subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor harus diperiksa dan spinal analgesi dibatalkan. Bila keluar darah, tarik jarum beberapa mili meter sampai yang keluar adalah likuor yang jernih. Bila masih merah, masukkan lagi stylet-nya, lalu ditunggu 1 menit, bila jernih, masukkan obat anestesi lokal, tetapi bila masih merah, pindahkan tempat tusukan. Darah yang mewarnai likuor harus dikeluarkan sebelum menyuntik obat anestesi lokal karena dapat menimbulkan reaksi benda asing (Meningismus).

2.      Keuntungan dan kerugian spinal anestesi
                        Keuntungan penggunaan anestesi regional adalah murah, sederhana, dan penggunaan alat minim, non eksplosif karena tidak menggunakan obat-obatan yang mudah terbakar, pasien sadar saat pembedahan, reaksi stres pada daerah pembedahan kurang bahkan tidak ada, perdarahan relatif sedikit, setelah pembedahan pasien lebih segar atau tenang dibandingkan anestesi umum. Kerugian dari penggunaan teknik ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk induksi dan waktu pemulihan lebih lama, adanya resiko kurang efektif block saraf sehingga pasien mungkin membutuhkan suntikan ulang atau anestesi umum, selalu ada kemungkinan komplikasi neurologi dan sirkulasi sehingga menimbulkan ketidakstabilan hemodinamik, dan pasien mendengar berbagai bunyi kegiatan operasi dalam ruangan operasi. (Morgan et.al 2006)

3.      Komplikasi spinal anestesi
          Komplikasi anestesi spinal adalah hipotensi, hipoksia, kesulitan bicara, batuk kering yang persisten, mual muntah, nyeri kepala setelah operasi, retansi urine dan kerusakan saraf permanen (Bunner dan Suddart, 2002 ; Kristanto 1999).
         
4.      Komplikasi pasca anestesi
          Komplikasi anestesi adalah penyulit yang terjadi pada periode perioperatif dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi sendiri dan atau kondisi pasien. Penyulit dapat ditimbulkan belakangan setelah pembedahan. Komplikasi anestesi dapat berakibat dengan kematian atau cacat menetap jika todak terdeteksi dan ditolong segera dengan tepat. Kompliaksi kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Keberhasilan dalam mengatasi komplikasi anestesi tergantung dari deteksi gejala dini dan kecepatan dilakukan tindakan koreksi untuk mencegah keadaan yang lebih buruk (Thalib, 1999).

B.     Teknik Spinal Anestesi
1.  Teknik Median (metode midline)
Tulang belakang dipalpasi dan posisi tubuh pasien diatur agar tegak lurus dengan lantai. Ini untuk memastikan jarumnya dimasukkan secara paralel dengan lantai dan akan tetap pada posisi garis tengah walaupun penusukan lebih dalam (Gambar 3). Processus spinosus vertebrae di lokasi yang akan digunakan dipalpasi, dan akan menjadi tempat memasukkan jarum. Setelah mempersiapkan dan menganestesi kulit seperti di atas, jarum dimasukkan ke garis tengah. Mengingat bahwa arah processus vertebra mengarah ke bawah, maka setelah jarum masuk langsung diarahkan perlahan ke arah cephalad. Jaringan sub kutan akan memberikan sedikit tahanan terhadap jarum. Setelah dimasukkan lebih dalam, jarum akan memasuki ligamen supraspinal dan interspinal, yang akan terasa meningkat kepadatan jaringannya. Jarum juga terasa lebih kuat tertanam. Jika terasa jarum memnyentuh tulang, berarti jarum mengenai bagian bawah processus spinosus. Kontak dengan tulang pada tusukan yang lebih dalam menunjukkan bahwa jarum pada posisi garis tengah dan menyentuh processus spinosus atas atau berada di posisi lateral dari garis tengah dan mengenai lamina. Dalam kasus seperti ini jarum harus diarahkan kembali. Saat jarum menembus ligamentum flavum, akan terasa tahanan yang meningkat. Pada titik inilah prosedur anestesi spinal dan epidural dibedakan. Pada anestesi epidural, hilangnya tahanan tiba-tiba menandakan jarum menembus ligamentum flavum dan memasuki ruang epidural. Untuk anestesi spinal, jarum dimasukkan lagi hingga menembus membran dura-subarachnoid dan ditandai dengan adanya aliran LCS. (Morgan et.al 2006)
2.  Teknik (metode)  Paramedian
Penusukan kulit untuk teknik paramedian dilakukan 2 cm lateral ke prosesus spinosus superior dari tingkat yang ditentukan. Karena teknik lateral ini sebagian besar menembus ligamen interspinous dan otot paraspinous, jarum akan menghadapi perlawanan kecil pada awalnya dan mungkin tidak tampak berada di jaringan kuat. Jarum diarahkan dan lanjutan pada 10-25 ° sudut ke arah garis tengah. Identifikasi ligamentum flavum dan masuk ke dalam ruang epidural  sering kali lebih halus dibanding dengan teknik median. Jika tulang dijumpai pada kedalaman yang dangkal dengan teknik paramedian, jarum kemungkinan bersentuhan dengan bagian medial lamina yang lebih rendah dan harus diarahkan terutama ke atas dan sedikit lebih lateral. Di sisi lain, jika tulang yang ditemukan lebih dalam, jarum biasanya  kontak dengan bagian lateral lamina yang lebih rendah dan harus diarahkan hanya sedikit ke atas, lebih ke arah garis tengah. (Morgan et.al 2006)