Selasa, 26 Agustus 2014

Anestesi Lokal



1.PENGERTIAN

Obat anestesi lokal adalah suatu ikatan kimia yang mampu menghambat konduksi saraf perifer, apabila obat ini disuntikkan didaerah perjalanan serabut saraf dengan dosis tertentu, tidak akan menimbulkan kerusakan permanen  pada serabut saraf tersebut.Sifat hambatan pada saraf umumnya bersifat total ada juga bersifat selektif, hal ini sangat tergantung pada dosis atau konsentrasi obat yang digunakan.



2.STRUKTUR ANESTESI LOKAL

Obat lokal anestesi terdiri dari bagian lipofilik dan hidrofilik dimana gabungan dari garam yang larut dalam air dan alkaloid yang larut dalam lemak yang dipisahkan oleh rantai karbon. Kelompok hidrofilik biasanya seperti dietilamin dan  lipofilik biasannya terdiri dari cincin aromatik yang tidak tersaturasi. Secara terapetik penggunaan lokal anestesi membutuhkan keseimbangan antara kelarutan dalam lemak dan kelarutan dalam air. Pada hampir semua keadaan, golongan ester (-CO-) misalnya kokain, benzokain, procain atau Golongan amida (-NCHC) misalnya lidocain, mepivacain dan bupivacain berikatan dengan hydrocarbon kecincin aromatic. Ikatan ini adalah sebagai dasar klasifikasi obat-obat anestesi yang menghasilkan blockade konduksi impuls saraf sebagai anestesi lokal ester atau anestesi lokal amida. Anestesi lokal golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudokolinesterase. Golongan amida terutama dimetabolisme di hati oleh enzim-enzim  mikrosomal (reaksi N-dealkilasi dan hidroksilasi).

Eliminasi obat lokal anestesi diikuti oleh kembalinya konduksi saraf secara spontan dan komplit tanpa bukti adanya kerusakan struktur  saraf oleh efek obat anestesi. Di indonesia yang paling banyak di gunakan adalah lidocain dan bupivacain.



3.MEKANISME KERJA

                Obat anestesi lokal mencegah proses terjadinya depolarisasi membran saraf pada tempat suntikan obat tersebut,  sehingga membran akson tidak akan dapat bereaksi dengan asetil kholin sehingga membran akan tetap dalam keadaan semipermiabel dan tidak terjadi perubahan potensial. Keadaan ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf tersebut terhenti, sehingga segala macam rangsangan atau sensasi tidak sampai kesusunan saraf pusat. Keadaan ini menyebabkan timbulnya parastesia sampai analgesia dan vasodilatasi pembuluh darah pada daerah yang terblok.

                Proses hilangnya efek obat anestesi lokal dimana obat yang berada di luar saraf akan diabsorbsi oleh sistem pembuluh darah kapiler. Serat saraf akan melepaskan ikatannya dengan obat anestesia lokal, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi obat di dalam dengan di luar sel. Setelah obat diabsorbsi oleh sistem sirkulasi, didistribusikan ke organ-organ lain. Detoksifikasi dan eliminasi.



4.CARA-CARA PEMBERIAN ANESTESI LOKAL

a.Infiltrasi

b.Field Block

c.Nerve Block

d.Refregeration analgesia

e.Intravenous lokal analgesia

f.Topikal analgesia

g.Central Neural Block.



5.EFEK SAMPING ANESTESI LOKAL.

Selain efek farmakologi tersebut di atas, obat anestesi lokal juga menimbulkan efek pada sistem organ lain oleh karena mengalami proses absorbsi dan distribusi kedalam sirkulasi dan jaringan tubuh.

·         a.Terhadap sistem saraf pusar.

                Obat anestesi lokal melewati barier darah otak sehingga menunjukkan efek stabilisasi yang sama pada sel-sel neuron di otak. Efek stabilisasi ini bisa dimanfaatkan untuk mengobati pasien yang mengalami status epileptikus.

b.Terhadap kardiovaskuler.

                Pada jantung mempunyai efek stabilisasi jaringan konduksi jantung, memperpanjang periode refrakter, memperpanjang waktu konduksi dan menekan kepekaan otot jantung. Oleh karena itu obat ini bermanfaat untuk mengobati disritmia ventrikuler. Pada pembuluh darah mempunyai efek langsung pada arteriole sehingga menimbulkan vasodilatasi dengan demikian akan terjadi penurunan tekanan darah pada pemberian langsung secara intravena.

c.Terhadap sistem respirasi.

                Pada dosis kecil akan merangsang pusat nafas, sehingga frekuensi napas meningkat. Pada dosis lebih besar akan menimbulkan depresi pusat nafas sehingga terjadi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal, sampai henti nafas. Mempunyai efek spasmolitik yang menyebabkan dilatasi bronkus.



6.GEJALA DAN TANDA TOKSISITAS.

                Pada toksisitas ringan : pasien tampak pucat, gelisah, mual, telinga berdenging, mata berkunang-kunang, selanjutnya diikuti kejang-kejang, bradikardi, hipotensi dan depresi nafas. Pada toksisitas berat akan terjadi kolaps kardiovaskuler, henti nafas dan koma.

Terapi obat lokal anestesi yang menyebabkan kejang termasuk ventilasi paru-paru pasien dengan oksigen karena hipoksemia dan asidosis dapat terjadi dalam beberapa detik. (Moore dll 1980). Yang paling penting pemberian oksigen diberikan seawal mungkin  pada saat tanda-tanda toksisitas muncul. Hiperventilasi dibutuhkan dalam usaha mencegah pengiriman obat anestesi lokal keotak. Sebaliknya hal ini malah memperlambat pelepasan anestesi lokal dari otak. Pemberian benzodiazepine intravena seperti midazolam dan diazepam efektif dalam menekan kejang yang disebabkan oleh obat lokal anestesi.



7.JENIS-JENIS OBAT ANESTESI LOKAL

Berdasarkan ikatan kimia, obat anestesi lokal dibagi menjadi :

1.Derifat Ester    : Kokain, Prokain 1%–2%, Klorprokain.

2.Derivat Amide : Lidokain  1%–2%,  Prilokain,  Mepivakain,  Bupivacain 0,25% – 0,5%.



PROKAIN

                Diperkenalkan pertama kali oleh Einhorn pada tahun 1905. Nama lain dari preparat ini adalah : Novocain atau Neokain. Nama kimia para aminobenzoic acid aster dari diethylamino. Selama lebih dari 50 tahun obat ini merupakan obat pilihan, namun terdesak oleh obat anestesi lokal lain yang ternyata lebih kuat dan lebih aman yaitu lidocain.



LIDOKAIN

Sering disebut dengan nama dagang : lidokain atau xylokain. Pertama kali disintesis oleh Lofgren pada tahun 1943.

Farmakodinamik:

              Lidokain(xilokain) digunakan secara luas dengan pemberian Topikal dan suntikan. Anastesi terjadi lebih cepat,lebih kuat,lebih lama dan lebih extensi yang di timbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan aminoetilamid. Pada larutan 0,5% digunakan untuk Anastesi infiltrasi, sedangkan larutan 1-2% untuk anetesi blok dan topikal.Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa vasokontriktor, tetapi kecepatan absorbsi dan toxisitasnya bertambah dan masa lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hypersensitf terhadap prokain dan epineprin. Lidokain dapat menimbulkan kantuk.

Farmakokinetik:

                Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak. Didalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim oksidasi fungsi ganda membentuk monoetilglisin xilidit dan glisin xilidid, yang kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut. Kedua metabolit tersebut ternyata memiliki efek anestetik lokal. Pada manusia 75 % dari xilidid akan diekskresi bersama urine dalam bentuk metabolit akhir, 4 hidroksi, 2-6 dimetil anilin.

Awitan aksi             : infiltrasi  0,5–1 menit;  epidural 5–15 menit.

Efek puncak             : infiltrasi/epidural < 30 menit

Lama aksi                : infiltrasi 0,5 – 1 jam; bila dicampur dengan epineprin lama aksi 2 – 6 jam;       epidural 1 – 3 jam.

Dosis                       :  Anestesi Lokal

Topikal 0,6 – 3 mg / kg bb (larutan 2% - 4%), blok saraf tepi / infiltrasi 0,5 – 5 mg / kg bb (larutan 0,5 – 2 %).

Eliminasi : hati, paru

Kemasan                 : pemberian parenteral ;  blok saraf tepi/ infiltrasi : 0,5%, 1%, 1,5% , 2% dengan atau tanpa epineprin.

Penyimpanan          : suhu kamar  30 derajat celcius, lindungi dari cahaya.

Indikasi    :

·         Prosedur yang membutuhkan kerjasama dengan penderita seperti perbaikan tendon, pembedahan mata serta pemeriksaan gerakan faring.

·         Menghindari bahaya pemberian obat anestesi umum.

Kontraindikasi :

·         Alergi atau hipersensitifitas terhadap obat anestesi lokal sebagian besar disebabkan oleh kelebihan dosis Infeksi lokal atau iskemi pada tempat suntikan.

·         Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.

BUPIVAKAIN HCL

                Sangat populer disebut dengan marcaine. Disintesis pada 1957 oleh Ekstam dkk, digunakan pertama kali di klinik oleh Teliuvuo pada tahun 1963.

Farmakodinamik

                Anestesi lokal amino amida ini menstabilisasi membran neuron dengan menginhibisi perubahan ionik terus menerus yang diperlukan untuk memulai dan menghantarkan inpuls. Kemajuan anestesi berhubungan dengan diameter, mielinisasi, dan kecepatan hantaran dari serat saraf yang terkena dengan urutan kehilangan fungsi sbb : 1.Otonomik. 2.Nyeri. 3.Suhu. 4.Raba. 5.Propriosepsi. 6.Tonus otot skelet. Penambahan epineprin tidak memperbaiki kualitas analgesia tetapi hanya meningkatkan lama efek konsentrasi bupivakain  0,5% secara marginal.

Farmakokinetik

                Ikatan dengan HCL mudah larut dalam air. Sangat stabil dan dapat diautoklaf berulang. Potensinya 3 – 4 x dari lidokain, dan lama kerjanya 2 – 5 x lidokain. Sifat hambatan sensorinya lebih dominan dibandingkan dengan hambatan motorisnya. Jumlah obat yang terikat pada saraf lebih banyak dibandingkan dengan yang bebas dalam tubuh.

Awitan aksi             : Infiltrasi  2 – 10 menit, epidural 4 – 17 menit

Efek puncak             : Infiltrasi dan epidural,  30-45 menit,  spinal 15 menit

Lama aksi                : Infiltrasi/epidural/spinal ; 200 – 400 menit (diperpanjang dengan epineprin)



Dosis                       :

·         Untuk infiltrasi lokal digunakan larutan  0,25%

·         Blok saraf kecil digunakan larutan  0,25%

·         Blok saraf yang lebih besar digunakan larutan  0,5%

·         Blok epidural digunakan larutan  0,5% - 0,75%

·         Blok spinal digunakan larutan  0,5%

Dosis : 1 – 2 mg/kg bb

Eliminasi                 : Dikeluarkan dari dalam tubuh melalui ginjal sebagian kecil dalam bentuk   utuh sebagian besar dalam bentuk metabolik.

Kemasan                 : Suntikan 0,25%,  0,5%,  0,75%.

Penyimpanan          : Suhu kamar ( 15 derajat – 30 derajat celcius ) hindari dari cahaya.

Kontraindikasi :

·         Tidak disarankan untuk blok paraservikal obstetrik. Obat dapat menyebabkan bradicardi.

·         Pasien dengan hipersensitifitas terhadap anestetik lokal tipe amida.

·         Pasien mengalami syok hipovolemi, septikemia, infeksi pada tempat suntikan, atau koagulopati, suntikan epidural kaudal atau intratekal harus dihindari.

II. PERAN  PERAWAT  ANESTESI

·         PROSES KEPERAWATAN

Pada proses keperawatan pemberian obat yang menimbulkan blockade saraf simpatis ,maka peran perawat sangat penting yang meliputi pengkajian ,perencanaan,intervensi dan penyuluhan  . Pengkajian dapat dilakukan pada saat kunjungan preoperative maupun saat sebelum operasi di kamar operasi.Sedangkan proses keperawatan pada pasien dengan pemberian buvivacain adalah sebagai berikut.

·         Pengkajian

Pengkajian pada pasien yang mendapatkan local anestesi meliputi

Pengkajian preoperative.

·         Riwayat penyakit yang pernah diderita,riwayat pembedahan dan pembiusan dan komplikasi dari pembiusan bila ada.

·         Riwayat gangguan dan keluhan pada tulang belakang,adanya parastesia,maupun plegi pada kedua ekstrimitas

·         Tanda-tanda vital ,riwayat hipertensi,dan membandingkan dengan kondisi tekanan darah saat ini,kondisi nadi yang meliputi keteraturan irama ,kekuatan pengisian.

·         Adanya keluhan takut,cemas terhadap proses pembedahan dan pembiusan.

·         Lama puasa,tanda tanda dehidrasi ,tugor kulit ,kelancaran tetesan infuse,riwayat perdarahan sebelumnya bila ada.

Pengkajian intra operatif

·         Pengkajian tanda vital tekanan darah,dan dibandingkan dengan sebelumnya

·         Pengkajian proses,kelancaran dan keberhasilan proses pembiusan

·         Pengkajian tanda vital terutama tensi dan nadi selama 15 menit pertama,Bila perlu dilakukan pengukuran tensi setiap 5 menit.Pengkajian pernafasan dapat dilakukan untuk menilai adanya blok simpatis yang lebih tinggi dari yang dikehendaki.
·         Observasi kelancaran tetesan infuse sampai terpenuhi kebutuhan loading cairan
·         Pengkajian keluhan pasien selama intra operatif,keluhan mual-mual,pusing,keringat dingin dan rangsangan nyeri saat pembedahan berlangsung.
·         Pengkajian jumlah perdarahan ,urine output dan lakukan pencatatan
Pengkajian Post Operatif
·         Lakukan pengkajian kembali tanda-tanda vital saat pasien di RR,meliputi tensi ,nadi,pernafasan dan adanya keluhan yang dirasakan.
·         Lakukan pengkajian BROMAGE SCALE.
·         Perencanaan
Pasien diberikan obat anestesi local sesuai indikasi area dan pasien tidak akan mengalami efek samping dan komplikasi yang tidak diinginkan
·         Intervensi
·         Pantau tanda vital sebelum,selama diberikan obat anestesi local
·         Pantau adanya keluhan sesak napas,mual muntah, pusing dan perasaan mengantuk
·         Observasi kelancaran tetesan infuse dan kecukupan kebutuhan cairan
·         Lakukan pengukuran tensi setiap lima menit sekali,lakukan perabaan nadi dan berikan penilaian frekwensi,keteraturan dan kekuatan pengisian.
·         Kaji adanya keluhan dan respon nyeri terhadap rangsangan pembedahan
·         Memberikan penilaian bromage scale saat pasien di RR dan saat akan dipindahkan ke ruang perawatan.
·         Lakukan timbang terima dengan perawat ruang tentang jenis pembiusan ,perawatan terhadap efek local anestesi,pengobatan yang diberikan selama pembedahan dan pengawasan ,pelaporan adanya perubahan haemodinamik.
·         Penyuluhan
·         Menjelaskan perubahan perubahan yang terjadi akibat pemberian local anestesi seperti kaki terasa hilang,tidak bisa diangkat,dan kesemutan
·         Menjelaskan lama pengaruh obat local anestesi terhadap perubahan kemampuan menggerakkan ekstrimitas
·         Menjelaskan agar pasien bedrust dengan bantal selama 24 jam
·         Menjelaskan pentingnya melaporkan keluhan keluhan yang terjadi selama pengaruh local anestesi seperti mual,pusing ,keringta dingin dan perasaan mengantuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar