Obat Pelumpuh Otot
I.
Latar
Belakang
Sebelum ditemukan obat penawar pelumpuh otot,
penggunaan obat pelumpuhotot sangat terbatas. Sejak ditemukan obat penawar
pelupuh otot dan opioid, maka penggunaan pelupuh otot dan opioid hampir rutin.
Anestesi tidak perlu dalam, hanya sekedar pasien tidak sadar, analgesik dapat
diberikan dosis tinggi, dan peberian obat pelumpuh otot dapat memberikan efek
relaksasi pada otot lurik. Ketiga kombinasi ini dikenal dengan istilah trias
anestesi ‘the triad of anesthesia’.
II.
Definisi
Obat pelumpuh otot merupakan obat yang di gunakan
untuk melemaskan atau merileksasikan otot. Obat pelumpuh otot bukan merupakan
obat anestesi, tetapi obat ini sangat membantu dalam membantu pelaksanaan
anestesi umum, antara lain memudahkan
dan mengurangi cidera tindakan laringoskopi dab intubasi trakea serta memberikan relaksasi otot yang
dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali.
III.
Fisiologi
Transmisi Syaraf Otot.
Transmisi
rangsang syaraf ke otot terjadi melalui hubungan syaraf otot. Hubungan ini
terdiri atas bagian ujung syaraf motor yang tidak brtlapis mielin dan membran
otot. Ujung syraf motor merupakan gudang pesendian kalsium, vesikel atau asetil
kolin, mitokondria, dan retikulum endoplasmik. Pada membran otot terdapat
reseptor asetilkolin.
Asetilkolin
merupakan bahan perangsang syaraf (neurotransmiter) yang dibuat dalam ujung syaraf motor dan
disimpan dalam kantong atau gudang yang disebut vesikel. Ada 3 bentuk asetilkolin, yaitu bentuk bebas,
cadangan belum siap pakai, dan bentuk siap pakai. Faktor –faktor yang
mempengaruhi pelepasan asetilkolin adalah kalsium, magnesium, nutrisi,
oksigenasi, suhu, analgetik lokal, antibiotik golongan aminoglikosida.
Potensial membran ujung syaraf motor terjadi karena
membran bersifat permiabel terhadap ion kalium ekstrasel dari pada natrium.
Pada saat pelepasan asetilkolin (transmiter saraf) yang dipicu oleh kalsium,
membran tersebut menjadi lebih permiabel terhadap ion natrium dan kalsium sehingga
kalsium dan natrium masuk sedangkan kalium keluar sel, maka terjadi reaksi
depolarisasi. Bila depolarisasi ini cukup kuat maka akan diikuti oleh kontraksi
otot. Setelah itu akan terjadi repolarisasi membran ujung syataf motor karena
kerja asetilkolin cepat di hidrolisis oleh asetilkolin-esterase menjadi asetil
dan kolin.
IV.
Obat
Pelumpuh Otot Ada 2 Jenis, yaitu:
1.
Depolarisasi
Terjadi karena serabut otot
mendapat rangsangan depolarisasi yang menetap sehingga akhirnya kehilangan
tespon berkontraksi yang menyebabkan kelumpuhan. Pulihnya fugsi syaraf otot
sangar tergantung pada kemampuan daya hidrolisis enzim kolinesterase.
2.
Hambatan Kompetisi Atau Blok Non Depolarisasi
Terjadi karena aseptor
asetilkolon diduduki oleh
molekul-molekul obat pelumpuh otot non depolarisasi sehingga prses depolarisasi
membran otot tidak terjadi dan otot menjadi lumpuh(lemas). Pemulihan fungsi
syaraf oror kembali jika molekul obat yang menduduki teseptor asetikolin telah
berkutang, antaralain terjadi karena terjadi karena eliminasi dan atau
distribusi. Pemulihan dapat lebih cepat dibantu dengan memberikan obat
antikolineseterase (neostigmin) yang menyebabkan peningkatan jumlah
asetilkolin.
Hambatan Lain
a.
Hambatan fase II atau blok desentisisasi/bifasik (blok
ganda).
Disebabkan karena pemberian
obat pelumpuh otot depolarisasi yang berulang-ulang sehingga fase I
(depolarisasi ) membran berubah menjadi fase II (non depolarisasi ). Mekanisme
perubahan ini belum diketahui. Pemberian suksinil kolin hingga dosis 500 mg
daat menyebabkanhambatan fase II. Hambatan ini tidak dapat diatasi dengan memberokan
obat antikolinesterase.
b. Hambatan
campuran
Terjadi karena memberikan
penyuntikan obat pelumpuh otot depolarisasi dan non depolarisasi dilakukan
secara simultan.
V.
Jenis-Jenis
Obat Pelumpuh Otot
·
Berdasarkan susunan molekul maka pelumpuh otot non
depolarisasi digolongkan menjadi :
1. Bensiliso-kuinolinum
: d-tubokur arin, metokurarin,atrakurium, doksakurium, mivakurium.
2. Steroid
: pankuronium, vekuronium, piekuronium, ropakuronium, roluronium.
3. Eter-fenolik
: gallamin.
4. Nortoksiferin
:alkuronium.
·
Berdasarkan lama kerja, pelumpuh otot non depolarisasi dibagi menjadi
:
Jenis
obat
|
Dosis
awal
(mg/kg)
|
Dosis
rumatan
(mg/kg)
|
Durasi
(menit)
|
Efek
samping
|
Nondepol
long-acting:
1. D-tubokurarin (tubarin)
2. Pankuronium
3. Metakurin
4. Pipekuronium
5. Doksakurium
6. Alkurium(alloferin)
|
0.40-0.60
0.08-0.12
0.20-0.40
0.05-0.12
0.02-0.08
0.15-0.30
|
0.10
0.15-0.020
0.05
0.01-0.015
0.005-0.010
0.05
|
30-60
30-60
40-60
40-60
45-60
40-60
|
Histamin +, hipotensi, natural
Vagolitik, takikardi, tensi >
Histamin -, hipotensi
Kardiovaskuler stabil
Kardiovaskuler stabil
Vagolitik, takikardi
|
Nondepol
intermediate acting:
1. Gallamin (flaxedil)
2. Atrakurium (tracrium)
3. Vekuronium (norcuron)
4. Rokuroniuim (esmeron)
5. Cistacuronium
|
4-6
0.5-0.6
0.1-0.2
0.6-1.0
0.15-0.20
|
0.5
0.1
0.015-0.02
0.10-0.15
0.02
|
30-60
20-45
25-45
30-60
30-45
|
Histamin +, hipotensi
Aman untuk hepar dan ginjal
Isomer atrakurium
|
Nondepol
short-acting:
1. Mivakurium (mivacron)
2. Repokuronium
|
0.20-0.25
1.5-2.0
|
0.05
0.3-0.5
|
10-15
15-30
|
Histamin +, hipotensi
|
Depol short-acting:
1. Suksinilkolin (scolin)
2. Dekametonium
|
1.0
|
|
3-10
|
Lihat teks
|
·
Pilihan pelumpuh otot
1. Gangguan
faal ginjal : atrakurium, vekuronium
2. Gangguan
faal hati : atrakurium
3. Miestenia
gravis
: jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium
4. Bedah
singkat : atrakurium,
rokkuronium, mivakuronium
5. Kasus
obstetri : semua dapat digunakan
kecuali gallamin
·
Tanda kekurangan pelumpuh otot :
1.
Cegukan
(hiccup)
2.
Dinding perut kaku
3.
Ada tahanan pada inflasi paru
·
Ciri kelumpuhan otot non depolarisasi dan depolarisasi
1. Non
depolarisasi
a. Tidak ada fesikulasi otot
b. Berpotensi
dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhilasi eter, halotan,
enfluran, isofluran.
c. Menunjukan kelumpuhan yang bertahap pada
perangsangan tunggal atau tetanik.
d. Dapat
diantagonis oleh antikolinesterase.
2. Depolarisasi
a. Fasikuklasi otot ada.
b. Berpotensi
dengan antikolinesterase.
c. Kelumpuhan berkurang dengan menberikan obat
pelumpuh otot non depolarisasi, dan asidosis.
d. Tidak
menunjukan kelumpuhan bertahap pada perangsangan tunggal maupun tetanik.
e. Belum dapat diatasi dengan obat spesifik.
Obat - Obat Pelumpuh Otot
Non Depolarisasi
1.
Tubokurarin
klorida (Kurarin).
Penggunaan : relaksasi otot
Farmakologi
:
Merupakan obat penyekat
neuromuskuler non depolarisasi aksi menengah. Obat ini berkompetisi untuk
resoptor kolinergik pada lempeng akhir motorik. Hipotensi yang berkaitan dengan
dosis klinis merupakan akibat sekunder dari blokade ganglion otonomik dan
pelepasan histamin. Dosis yang berulang dapat mempunyai efek komulatif.
Farmakokinetik
:
Awitan aksi: kurang dari 2 menit
Efek puncak: 2-6 menit
Lama aksi: 25-90 menit
Interaksi/toksisitas: efek dipotensiasi oleh anestetik volatil,
antibiotik aminoglikosid, anestetik lokal, diuretik, magnesium, litium,
obat-obatan penyekat ganglion, asidosis respiratorius, hipokalemia;
peningakatan blokade neuromuskuler akan terjadi pada pasien dengan miastenia
gravis atau fungsi adrenokorteks yang tidak adekuat; efeknya diantagonis oleh
inhibitor antikolinesterase seperti noestigmin, endrofoniuim, dan
piridostigmin; restistensi pada pemakaian bersamaan dengan penitoin dan pada
pasien dengan cidera bakar dan paresis; dosis prapengobatan dari d-tubokurarin
menurunkan fasikulasi tetapi mengurangi intensitas dan memperpendek lamanya
blokade neuromuskuler suksinilkolin; dosis prapengobatan menutunkan waktu
awitan blokde maksimal sampai dengan sekitar 30 – 60 detik; peningkatan
resistensi atau reversi dari efek pada penggunaan teofulin dan pada pasien
dengan cedera bakar dan paresis; mengurangi kebutuhan MAC untuk anestetik
volatil.
Dosis : intubasi :
i.v. 0,3 – 0,6 mg/kg
Pemeliharaan
: i.v. 0,05 – 0,3 mg/kg (10% - 50% dari dosis intubasi).
Infus : 1 – 6 g/kg/menit.
Prapengobatan : i.v. 10% dari dosis intubasi yang diberikan 3
– 5 menit sebelum dosis relaksan depolarisasi/ nondepolarisasi.
Cara
pemberian : terutama melalui i.v., kadang-kadang i.m.
Eliminasi : Ekskresi terutama melaui ginjal dan sebagian
melaui hepar.
Kemasan :
suntikan, 3 mg /ml
Penyimpanan : suhu kamar (150 -
300 C). Jangan biarekan membeku.
Pengencceran untuk infus: 15 mg dalam 100 ml D5W (0,15
mg/ml).
Pedoman/peringatan:
1. Pantau
respon dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko kelebihan dosis.
2. Gunakan
dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat asthma bronchial dan reaksi
anafilaktoid.
3. Efek
reversi dengan antikoliesterase seperti piridostigmin bromida, neostigmin, atau
edrofuniom bersamaan dengan pemakaian atropin atau glikopirolat.
4. Dosis
prapengobatan dapat menimbulakan suatu tingkat blokade neuromuskuler yang cukup
untuk menyebabkan hipoventilasi pada beberapa pasien.
Reaksi
samping utama:
Kardiovaskuler : hipotensi, vaso dilatasi, takikardi
sinus, bradikardi sinus.
Pulmoner : hipoventilasi, apnoe, bronchospasme,
laringospasme, dispnoe.
Muskulus
skeletal : blok tidak adekuat, blok diperpanjang.
Dermatologik : ruam, urtikaria.
2.
Galamin
(Flaxedil)
Penggunaan
: relaksaan
otot non depolarisasi
Farmakologi
:
Lama kerja obat berkisar
15-20 menit. Mula kerja sangat berhubungan dengan aliran darah otot. Mempunyai
efek yang lenah terhadap ganglion syaraf dan tidak menyebabkan pelepasan
histamin. Memiliki sifat seperti atropin yang menyebabkan takikardi walaupun
pada dosis kecil (20mg). Karena itu glamin cukup baik dipakai bersama dengan
halotan. Kenaikan tekanan darah dapat terjadi, tetapi ringan. Galamin dapat
menembus sawar utero plasenta tetapi tidak sampai mempengaruhi kontraksoi
uterus.
Faramakokinetik:
Awitan aksi : 1 - 2 menit
Efek
puncak : 3 - 5 menit
Lama
aksi : 25 – 90 menit
Interaksi/toksisitas: efek dipotensiasi oleh prapemberian
soksinilkolin, anastetik volatil, antibiotik haminoglikosida, anestetik lokal,
diuretik ansa, magnesium, litium, obat-obatan penyekat ganglion, hipotermia,
hipokalemia, dam asidosis respiratoriuas; blokade neuromuskuler yang
ditingkatan akan terjadi pada pasien dengan miastenia gravis ataiu fungsi
adrenokorteks yang tidak adekuat; efek diantagonis oleh inhibitor
antikolinerterase seperti noestigmin, edrofonium, dan piridostigmin; dosis
prapengobatan dari gelamin menurunkan fasikulasi tetapi mengurangi intensitas
dan memperpendek lamanya blokade noeuromuskuler dari suksinilkolin; dosis
prapengobatan menurunka waktu awitan dari blokde maksimal sekitar 30 – 60 detik;
peningkatan tahanan atau reversi efek pada penggunaan teofilin dan pasien
dengan cidera bakar dan paresis.
Eliminasi : Ekskreasi terutama melaui ginjal dan
sebagian melaui empedu.
Dosis:
Intubasi : i.v. 1 – 1,5 mg/kg
Pemeliharaan :
i.v. 0,1 – 0,75 mg/kg (10% - 50% dari dosis
intubasi )
Prapengobatan
: i.v. 10% dari dosis intubasi
diberikan 3 – 5 menit sebelum dosis relaksan depolarisasi / nondepolarisasi.
Kemasan : suntikan,
20 mg/ml (hanya untuk penggunaan i.v.)
Penyimpanan: suhu
kamar ( 150 – 300 C ). Jangan biarkan membeku.
Reaksi samping utama:
Kardiovaskuler :
takikardi, aritmia, hipotensi.
Pulmoner : hipoventilasim apnoe.
Muskuloskeletal : blok yang tidak adekuat , blok yang
diperpanjang.
Pedoman/peringatan:
1. Pantau
respon dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko kelebihan dosis.
2. Penggunaannya
merupakan kontra indikasi pada pasien dengan miastenia gravis dan gangguan
fungsi ginjal.
3. Efek
reversi ( ballik ) dengan antikolinesterase seperti neostigminm edrofonium,
atau piridostigmin bromida bersama dengan pemakaian atropin atau glikopirolat.
4. Pada
beberapa pasien dosis prapengobatan dapat menimbulkan suatu tingkat blokade
noeuromuskuler yang cukup untuk menyebebkan hipoventilasi.
3.
Alkurinium
klorida/alkurium (Alloferine)
Merupakan sintetik
toksiferin, suatu alkaloid dari tanaman strycnos toksifera. Kemasan dibuat
dalam ampul berisi 2 ml yang mengandung 10 mg alkuronium klorida. Larutan tidak
dapat dicampur bersama tiopental.
Farmakologi
:
Mulai kerja pada menit ke-3
untuk selama 15 – 20 menit. tempat sibersifat pelepas histamin jaringan, tetapi
dapat menghambat ganglion simpatik sehingga dapat menimbulkan hipotensi
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung. Alkuronium dapat berpotensi
ringan dengan N2O-tiopental-narkotik
Eliminasi:
Ekskresi terutama melalui
ginjal (70%) salam bentuk utuh dan sebagian melalui empedu.
Dosis
:
Dosis relaksasi pembedahan : 0.15 mg/kgBB/i.v. (dewasa)
0.125-0.2 mg/kgBB/i.v. (anak-anak)
Dosis intubasi trakea : 0.3 mg/kgBB/i.v
Penyimpanan :
simpan pada suhu ruangan dan hindarkan dari cahaya matahari secara langsung.
4.
Pankuronium
bromida (pavulon)
Merupakan steroid sintesis
adlah obat pelumpuh otot non depolarisasi yang banyak dipakai di Indonesia.
Kemasan dalam bentuk ampul berisi 2 ml larutan yamg mengandung pankuronium
bromida 4 mg.
Faramakogi
:
Mula kerja pada menit ke 2-3
untuk selama 30 – 40 menit. Berikatan kuat dengan globulin plasma dan berikatan
sedang dengan albumin. Memberikan efek komulasi pada pemberian berulang. Oleh
karena itu dosis pemeliharaan / rumatan harus di kurangi dan waktu pemberian
harus diperpanjang. Pankuronium menyebabkan sedikit pelepasan histamin dan
hipertensi karena memiliki efek inotropik positif serta takikardi karena efek
vagolitik. Sebanyak 15 – 40% pankuronium dalam tubuh mengalami metabolisme
deasetilasi.
Farmakokinetik:
Awitan aksi : 1
– 3 me nit
Efekpuncak : 3 – 5
menia
Lama aksi : 40 – 65
menit
Interaksi/toksisitas:
Bolkade neuromuskuler dipotensiasi oleh amonigliosida,
antibiotik, anestetik local, diuretic ansa, magnesium, litium, obat-obtan
penyekat ganglionik, hipotermia, hipokalemia, asidosis pernapasan, dn peberian
suksinilkolin sebelumnya; kebutuhan
dosis berkrang ( sekitar 30% – 45%) dan lamanya blokde neuromuskuler
diperpanjang hingga 25% oleh anestetik voletil; menghambat pseudokolinesterase,
dan dosis prapengobatan memperpanjang lamanya blockade neouromuskuler; dosis
pengobatan mengurngi waktu awitan blockade maksimal dengan sekitar 30 - 60
detik; meningkatn resiko aritmia pada pasien yang mendapatkan antidepresi
trisiklik dan anestetik volatile; kelumpuhan kambuhan terjadi dengan kuinidin;
blockade neuromuskuler ditingkatkan pada pasien dengan miastenia garvis atau
fungsi adrenokortikol yang tidak adekuat; efeknya diantagonis oleh inhibitor
antikolnesterase seperti noestigmin edrofunium, piridostigmin; tahanan
meningkat atau efeknya direversi pada penggunaan teofilin dan pada pasien
dengan cedera baker dan paresis.
Eliminasi:
Ekskresi terutama melalui
ginjal (60 – 80%) dan sebagian melalui empedu (20 – 40%).
Dosis
:
Dosis
intubasi trakea : 0.04 –
0,1 mg/kg
Dosis
pemeliharaan : 0,01-0,05
mg/kgBB(10%-50% dari dosis intubasi)
Prapengobatan : i.v. 10% dari dosis
intubasi diberikan 3-5 menit sebelum dosis relaksan
depolerisasi/nondepolarisasi
Pedoman
peringatan :
1. Pantau
respons dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko kelebihan dosis.
2. Efek
reversi denga antikolinsteresae seperti noestigmin, edofonium, atau
piridostigmin bromida bersama dengan atropin atau glikopirolat.
3. Dosis
prapengobatan dapat menimbulakan suatu tingkan blokade noeuromuskuler yang pada
beberapa pasien cukup untuk menyebabkan hipoventilasi.
4. Kelumpuhan
yang diperpanjang dapat terjadi setelah
dihentikannya infus jangka panjang pada pasien perawatan intensive
kususnya pada mereka yang gagal ginjal ketidak seimbangan elektrolit atau
pemakaian bersama kortikosteroid atau aminoglikosida. Hal ini disebabkan oleh
perkembangan miopati akut dan blokade noeuromuskuler persisten sebagai akibat
sekunder dari penumpukan metabolik aktif terutama pankoronium 3-desasetil.
Reaksi
samping utama:
Kardiovaskuler : takikardi,
hipertensi.
Pulmuner : hipoventrilasi, apnoe, bronchospasme.
GI : salivasi.
Alergik : kemerahan, rekasi anafilaktik.
Muskuloskletal : blok
yang tidak adekuat, blok yang diperpanjang.
Penyimpanan
: stabil
hingga tanggal kadaluarsa (cth: stabil 18 bulan) jika didinginkan (20-80
C). Stabil pada suhu kamar (180-220 C).
5.
Atrakurium
Besilat (tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot
non depolirasasi yang relatif baru yang mempunyai setruktur benzilisoquinolin
yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltalum. Beberapa keunggulan atrakurium
dibandingkan dengan obat terdahulu antara lain :
a. Metabolisme
terjadi di dalam darah (plasma)terutama melalui reaksi kimia yang disebut
elimiasi Hoffman. Reaksi ini tidak tergantung pada fungsi hati atau ginjal.
b. Tidak
memberi efek kumulasi pada pemberian berulang.
c. Tidak
menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
Kemasan:
Dibuat dalam kemasan ampul
berisi 5 ml yang mengandung 50 mg atrakurium besilat atau 10mg/ml.
Farmakologi
:
Mula dan lama kerja
atrakurium bergantung pada dosisi yang dipakai. Pada umumnya mula keraja
atrikurium pada dosis intubasi 2-3 menit, sedang dengan dosis relaksasi 15-35
menit. Pemulihan syaraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah kerja obat
berakhir) atau dibantu dengan pemberian obat antikolinesterase. Atrakurium
dapat menjadi obat pilihan dalam geriatraik atau dengan kelainana jantung, hati
dan ginjal berat.
Eliminasi: plasama(hoffman, hidrolisi ester), hati,
ginjal.
Farmakokinetik:
Awitan aksi : kurang
dari 3 menit
Efek puncak : 3-5
menit
Lama aksi : 20 – 35 menit
Interaksi/toksisitas : blokade
nouromuskuler dipotensiasi oleh amino glokosida, antibiotik, anestetik lokal,
diuretik ansa, magnesium, litium, obat-obat penyekat ganglion, hipotermia,
hipokalemia dan asidosis pernapasan, dan pemberian suksinilkolin sebelumnya;
kebutuhan dosis berkurang (sekitar 30% - 45%) dan lama blokade neuromuskuler
diperpanjang hingga 25% oleh anestetik volatil; dosis prapengobatan atrakurium
mengurangi vasikulasi tetapi menurunkan intensitas dan memperpendek lamanya blokade
neoromuskoler dari suksinikolin; dosis prapengobatan mengurangi waktu hingga
awitan dari blokade maksimal sampai sekitar 30 – 60 detik; peningkatan blokade
neouromuskoler akan terjadi pada pasien dengan miastenia gravis atau fungsi
adrenokortikal yang tak adekuat; efeknya diantagonisir oleh inhibitor
antikolibesterase, seperti noestigmin, edrofonium, dan piridistigmin;
peningkatan resistensi atau reversi efek dengan penggunaan teofilin dan pada
pasien dengan luka bakar dan paresis.
Dosis
:
Dosis intubasi : 0.5-0.6 mg/kg BB/i.v.
Dosis relaksasi otot : 0.5-0.6 mg/kgBB/i.v.
Dosis pemeliharaan
: 0.1-0.2 mg/kgBB/i.v.
Pedoman
peringatan :
1. Pantau
respons dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko kelebihan dosis.
2. Gunakan
dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat asthma bronchial dan reaksi
anafilaktoid.
3. Efek
reversi dengan antikoliesterase seperti piridostigmin bromida, neostigmin, atau
edrofuniom bersamaan dengan pemakaian atropin atau glikopirolat.
4. Dosis
prapengobatan dapat menimbulakan suatu tingkan blokade noeuromuskuler yang pada
beberapa pasien cukup untuk menyebabkan hipoventilasi.
5. Dosis
prapengobatan dapat menimbulakan suatu tingkan blokade noeuromuskuler yang pada
beberapa pasien cukup untuk menyebabkan hipoventilasi.
Penyimpanan: dinginkan
(20 – 80 C).
Jangan biarkan membeku. Pada saat pengangkatan dari pendinginan kesuhu ruang,
gunakan dalam 14 hari jika didinginkan kembali.
6.
Vekuronium
(norcuron)
Juga merupakan obat pelumpuh
otot non depolarisasi yang baru dan merupakan homolog pankuronium bromida yang
berkekuatan lebih besar dengan lama kerja yang singkat. Tidak memiliki efek
kumulasipada pemberian erulang per infus. Tidak menyebabkan perubahan fungsi
karduiovaskuler yang bermakan.
Kemasan: dibuat dalam bentuk ampul. Berisi bubuk
vekuronium 4 mg. Pelarut yang dapat dipakai antara lain akuades, garam
fisiologik, ringer laktat atau dextrose 5% sebanyak 2 ml.
Farmakologi
:
Mula kerja terjadi pada
menit ke 2-3 dengan lama kerja sekitar 30 menit. Analog monokuartener dari pankoronium
ini merupakan suatu obat penyekat neouromuskuler non depolariasasi dengan lama
kerja menengah, vekuronium berkompetisi dengan reseptor kolinergik pada lempang
akhiran motorik. Sepertiga lebih potens dari pada pankuronium, tetapi lamanya
neouromuskuler lebih singkat dari pemulihannya lebih cepat. Dengan infus
kontinyu (6jm), pemulihan dapat diperpanjang karena akumulasi metabolik aktif.
Waktu awitan berkurang dan lama kerja di perpanjang dengfan dosis yang
bertambah. Tidak ada perubahan secara klinis yang bermakna dalam parameter
hemodinamik. Jika pekuronium dikombinasikan dengan opioid ( cth: sufentanil,
fentanil) maka efek fagotonik dapat menimbulkan bradikardi. Pekuronium secara
klinis tidak melepaskan kosentrasi histamin yag bermakna.
Farmakokinetik:
Awitan
aksi : kurang dari 3 menit
Efek
puncak : 3 – 5 menit
Lama
aksi : 25 – 30 menit
Interaksi/toksisitas: blokade nouromuskuler dipotensiasi oleh amino
glokosida, antibiotik, anestetik lokal, diuretik ansa, magnesium, litium,
obat-obat penyekat ganglion, hipotermia, hipokalemia dan asidosis pernapasan,
dan pemberian suksinilkolin sebelumnya; kebutuhan dosis berkurang (sekitar 30%
- 45%) dan lama blokade neuromuskuler diperpanjang hingga 25% oleh anestetik
volatil; kelumpuhan rekurens dapat terjadi pada kuinidin; peningkatan blokade
neuromuskoler dapat terjadi pada pasein miastenia gravias atau fungsi
adrenokorteks ytang tidak adekuat; efek vekuronium diantagonis oleh inhibitor
asetilkolin esterase seperti neostigmin,
dan piridostigmin; dosis prapengobatan dari gelamin menurunkan
fasikulasi tetapi mengurangi intensitas dan memperpendek lamanya blokade
noeuromuskuler dari suksinilkolin; dosis prapengobatan menurunka waktu awitan
dari blokde maksimal sekitar 30 – 60 detik; peningkatan tahanan atau reversi
efek pada penggunaan teofilin dan pasien dengan cidera bakar dan paresis.
Dosis
:
Intubasi : i.v. 0,08 – 0,1 mg/kg
Pemeliharaan : i.v.
0,01 – 0,05 mg/kg ( 10% - 50 % dari dosis intubasi)
Prapengobatan
: i.v. 10 % dari dosis intubasi
diberikan 3 – 5 menit sebelum dosis relaksan non depolarisasi/depolarisasi.
Penyimpanan: bubuk suhu kamar ( 150 –
300 C). Lindungi dari cahaya.
Jika direkonstisusikan dengan air steril untuk disuntikan, laruatan stabil
selam 24 jam didinginkan atau pada suhu kamr. Jika direkonstitusi sengan D5w,
NS, atau D5 NS, larutan stabil selama 24 jam, jika didinginkan ( 20
- 80 C).
Pengenceran: untuk infus 20 mg dalam 100 ml D5W
( 0,2 mg/l).
Obat
Pelumpuh Otot Depolarisasi
1.
Suksametonium
(succinyl choline)
Kemasan :
falkon berisi bubuk putih 100 mg atau 500 mg. Pengenceran dapat memakai garam
fisiologik atau akuades steril 5 atau 25 ml sehingga membenrtuk larutan 2%.
Indikasi : sebagai
pelumpuh otot jangka pendek.
Kegunaan : terutama untuk mempermudah /fasilitas intubasi trakea
karena mula kerja yang cepat dan lama kerja yang sengkat. Juga dapat dipaki
untuk memelihara relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per infus atau
suntikan intermiten.
Dosis : i.v.
0,7 – 1 mg/kg ( 1,5 mg/kg degan prapengobatan nondepolarisator), untuk
anak-anak intubasi 1-2 mg/kgBB/i.v.,
untuk neonatus dan bayi 2-3 mg/kg,
Cara pemberian: I.V./I.M/ intra lingual/ intra bukal.
Mula kerja : 1-2 menit dengan lama kerja 3-5 menit.
Untuk mengurangi fasikulasi dan nyeri otot sering
diberi dahulu dengan obat pelumpuh otot
depolarisasi ¼ dosis relaksasi otot misalnya pankuronium 1 mg (prekurarisasi).
Untuk penakaian kontinyu per infus, buat larutan dengan konsentrasi 1 mg/ml (250 mg dalam 250 ml larutan). Dosisi
pemeliharaan obat adalah 1-2 ml/mnt. Botol infus harus diberi lebel yan jelas
dan sisa larutan sesudah dipakai harus segera dibuang.
Komplikasi
dan efek samping :
1. Bradikardi,
bradiaritmia dan asistol terutama pada pemberian berulang atau terlalu cepat
serta pada anak-anak.
2. Takikardia
dan takiaritmia.
3. Lama
kerja yang memanjang terutama kadar enzim kolinesterase plasma berkurang .
4. Peninggian
tekanan intraokuler, hati-hati pada glaukoma.
5. Blok
fase II terutama pada pemberian berulang atau dosis tinggi.
6. Lama
kerja yang memanjang terutama pada penyakit hati parenkimal, kaheksia dan
anemia (hipoproteinemia).
7. Hiperkalemia,
karena itu harus berhati-hati pada luka bakar atau gagal ginjal.
8. Nyeri
otot pasca fasikulasi.
Antagonis
Pelumpuh Otot Non Depolarisasi
·
Neostigmin
metilsulfat (prostigmine).
Farmakologik
:
Merupakan antikolinesterase
yang dapat mencegah hidrolisis dan dapat menimbulkan akumulasi
asetilkolin. Obat ini mengalami metabolisme terutama oleh kolinesterase
serum dan bentuk obat utuh sebagian besar diekskresi melalui ginjal.
Efek
samping :
Mempunyai efek nikotinik,
muskarinik dan merupakan stimulan otot langsung. Efek muskarinik antara lain;
menyebabkan bradikardi, hiperperistaltik dan spasme saluran cerna, pembentukan
sekret jalan nafas dan kelenjar air liur, bronkospasme, berkeringat, miosis dan
kontraksi vesika urinaria.
Cara mengatasi masalah yang timbul dalam
pemberian obat :
Sebagian efek ini dapat dihambat dengan atropin
sulfat.
Dosis
: 0.5 mg bertahap hingga 5 mg. Biasanya diberikan
bersama-sama atropin dengan dosis 1-1,5 mg.
VI.
Barbiturat
Barbiturate selama beberapa
saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedative. Sectara
kimiawi barbiturate merupakan derivate asam barbiturate ( 2,4,6 –
trioksoheksahidropiremidin). Asam barbiturate sendiri tidak menyebabkan depresi
susunan saraf pusat, efek hipnotik dan sedative serta efek lainanya ditimbulkan
bila pada posisi lima
ada gugusan alkyl atau aril.
Sekobarbital ( seconal ):
Penggunaan : pemedikasi, sedasi hypnosis, antikonfulsan.
Dosis :
premedikasi/sedasi. i.m 4-5 mg/kg (satu tempat tidak boleh lebih dari 250 mg).
Per oral 100 – 300 mg ( anak – anak 2 – 6 mg kg/bb, dosis maksimum 100 mg). Per
rectal 4 – 5 mg/kg ( encerkan larutan yang dapat disuntikan dengan air hingga
suatu konsentrasi 10 – 15 mg/ml). Hipnosis : titrasi i.v, dosis rerata 50 – 100
mg, jangan remelebihi 50 mg per periode 15 menit, dosis total lebih dari 250 mg
tidak dianjurkan. Antikonvulsan : lambat i.v. atau i.m ; 250 – 350 mg ( 5,5
mg/kg), ulangi setiap 3 – 4 jam sesuai indikasi.
Eliminasi : hati.
Kemasan : suntikan 50 mg/ml, tablet 100 mg, capsul 50
mg dan 100 mg, suntikan rectal 50 mg/ml.
Penyimpanan : suntikan/suntikan rectal; didinginkan (20
– 80 C). lindungi dari cahaya. Tablet/capsul; suhu kamar (15o
– 300 C).
Farmakologi :
Barbiturate beraksi pendek ini mendepresi kortek
sensorik, mengurngi aktifitas motorik, mengubah fungsi cerebral, dan
menimbulkan rasa mengantuk yang tergantung dosis, sedasi, dn hypnosis. Dengan
adanya nyeri akut atau kronis dapat menimbulkan eksitasi paradoksik pada menula
dan anak – anak. Dosis induksi mmenimbulkan depresi pernapasan dan mengurangi
tahanan vakuler dan perifer, tekanan arteri, curah jantung, tekanan perfusi
koroner.
Farmakokinetik:
Awitan aksi :
i.v. hammpir segera; pengobatan peroral 10 – 30 menit; i.m/ rectal, 15 –
30 menit.
Efek
puncak : i.v. 1 menit
Lama
aksi : i.v. 15 menit ( bangun ), 3 – 4 jam ( efek
sedative ); pengobatan oral/ i.m./ rectal, 6 – 8 jam ( efek sedative).
Interaksi/toksisitas;
mempotensiasi SSP dan efek depresi sirkulasi narkotik, seatif hipnotk,
alcohol, anestetik volatile; mengurangi efek antikoagulan oral, digoksin,
penyekat beta, kortikosteroid, kuinidin, teofilin; aksi diperpanjang inhibitor
MAO, klorampenikol; suntikan arteri atau ekstravaskuler menibulkan nekrosis,
gangrene.
Pedoman/peringatan
:
1.
Penggunaannya merupakan kontra indikasi pada pasien
dengan riwayat porpiria yang manifest atau laten atau status asthmatukus dan
dengn adanya nyeri akut atau kronis.
2.
Menggunakan dengan hati – hati pada pasien dengan
hipertensi, hipovolema, penyakit jantung iskemik, insufisiensi adrenokortikal
akut, uremia, dan septicemia, dan untuk persalinan obstetric.
3.
Kurangi dosis pada pasien manula, hipovolemik, dan
pasien bedah beresiko tinggi dan pada penggunaan bersama fentolamin ( 5 – 10 mg
dlm 10 ml ns ) dan jika perlu, blok simpatis.
4.
Terapi suntikan intraarteri melaui infiltrasi local
fentolamin ( 5 – 10 mg dalam 10 ml ns ) dan, jika perlu, bloksmpatis.
5.
Gunakan rute i.v. Hanya dalam keadaan darurat.
Reaksi
samping utama :
Kardiovaskuler
:
brakikardi, hipotensi.
Pulmoner :
depresi pernafasan, apnoe, laringospasme, bronchospasme.
Pada
SSP : somnolensi, eksiasi paradoksik, ataksi,
kebingugan.iapp
Pada
GI : mual, muntah, konstipasi, diare.
Alergik :
ruam, urtikaria, edema angioneurotik.
Dermatologi :
nikrosis, gangren pda suntikan intra arteri.
VII.
Menejemen
Obat
1.
Tujuan
Mengelola Obat
Penggunaan obat hanya
merupakan dalah satu pelayanan kesehatan tetapi merupakan yang paling penting.
Tujuan dan menejemen obat secara bijaksanan dan menghindarkn pemborosan dan
dengan demikian dapat memenuhu kebutuhan pasien.
2.
Mempersiapkan
Daftar Obat Sekunder
untuk mempersiapkan
obat-obat standar biasanya dibuat oleh pengawas atau petugas medis dan sedapat
dapatnya harus dipilih dari daftar obat esensial nasional.
Tata cara mengubah daftar obat
standar:
a. Pelajarilah daftar mengenai penyakit yang
ditangani oleh unit kesehatan dalam 6 bulan terakhir. Apakah ada penyakit yang
tidak terdapat obat-obatan yang diperlukan dalam daftar itu, bila demikian
tambahkanlah obat tersebut pada daftar dan usulkan pada pengawas.
b. Peajari
daftar obat standar dan crilah adanya duplikasi, yakni dua tau lebih obat yang digunakan untuk
tujuan yang sama. Bila bemikian, pilihlah satu obat untuk masing-masing tujuan
dan singkirkan yang lain dari daftar itu.
c. Apakah ada obat – obatan yang kuno, yang tidak dipakai lagi, singkirkan
obat – obatan kuno dan yng tdak terpakai dari daftar dan dari rak.
Daftar kebutuhan
|
Obat “A”
|
Obat “B”
|
1. efektifitas
2. efek samping
3. toksisitas
4. harga
|
+
Kadang-kandang perdarahan
Rendah
Murah
|
+
-
Lebih besar dari “A”
Mahal
|
Untuk
memilih obat yang tepat adalah obat itu efektif, aman, mudah diberikan dan harganya
murah.
3.
Memperkirakan
Jumlah Obat Yang Diperlukan
Cara menhitung keperluan obat dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sbb:
Dosis total rata-rata Jumlah pasien yang biasanya
meng
Pemberian obat X gunakan obat tersebut, diantara
Selang waktu pemberian
Contoh!
Di
rumah sakit tipe C dalam sehari melakukan tindakan OP 4 kali, dengan
menggunakan obat muscolus relxan sebelum tindakn anestetai yaitu atrakurium
besilat. Rata – rata 1 pasien beratnya 50 kg dan menggunakan atrakurium 25 mg
sesuai dosis ( 0,3 – 0,5 mg ). Jadi oabat yang harus disediakan untuk 3 bulan
kedepan adalah:
Jawaban!
25
X 4 X 90 = 9000 mg
Dalam
1 kemasan mengandung 10 mg, maka obat yang harus disediakan untuk tiga bulan
kedepan sebanya : 9000 : 10 = 900 kemasan.
VIII.
Pustaka
Muhiman,
Muhardi; M. Roesli Thaib; S. Sunatrio; Ruswan Dahlan, 1989,Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , Jakrta.
Latief,
Said A.; Kartini A. Suryadi; M. Ruswan Dachlan, 2002, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi Kedua,Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia , Jakarta .
S., Melfiawati, 1997, Buku Saku
Obat – Obat Anestesia,EGC, Jakarta .
McMahon, Rosemary; Barton, Elizabeth ;
Piot, Maurice, 1999, manajemen pelayanan
kesehatan primer, edisi 2, EGC, Jakarta .
Ganiswarna,Sulistia G. dkk, 2003, Farmakologi
dan terapi, edisi 4, Gaya baru, Jakarta .
Obat Kuat Viagra Usa
BalasHapusObat Kuat Cialis 20 Mg
Obat Kuat V6 Tian Xiong Asli
JUAL VIAGRA ASLI | OBAT KUAT TAHAN LAMA
OBAT KLG | OBAT PEMBESAR PENIS/
OBAT KUAT V6 TIAN ASLI | KUAT MULTI KLIMAKS
Obat Kuat Asli Cialis 20 Mg
Obat Kuat Asli Viagra Usa Original
PROMO OBAT KUAT TAHAN LAMA :
Jual KLG Tablet | Obat Sex JITU
HARGA VIAGRA ASLI | OBAT KUAT ASLI